Kamis, 08 November 2012

PERISTIWA RENGASDENGKLOK

PERISTIWA RENGASDENGKLOK
Peristiwa Rengasdengklok adalah peristiwa dimulai dari "penculikan" yang dilakukan oleh sejumlah pemuda (soekarni, wikana dan chaerul saleh dari perkumpulan "Menteng 31" terhadap Soekarno dan Hatta.. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 16 Agustus 1945 pukul 04.00. WIB, Soekarno dan Hatta dibawa ke Rengasdengklok, karawang, untuk kemudian didesak agar mempercepat proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia,sampai dengan terjadinya kesepakatan antara golongan tua yang diwakili Soekarno dan Hatta serta Mr.Achmad Subarjo  dengan golongan muda tentang kapan proklamasi akan dilaksanakan.
Menghadapi desakan tersebut, Soekarno dan Hatta tetap tidak berubah pendirian. Sementara itu di Jakarta, Chairul dan kawan-kawan telah menyusun rencana untuk merebut kekuasaan. Tetapi apa yang telah direncanakan tidak berhasil dijalankan karena tidak semua anggota PETA mendukung rencana tersebut.
Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia rencananya akan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta pada hari Jumat, 17 agustus 1945 di lapangan IKADA(yang sekarang telah menjadi lapangan Monas) atau di rumah Bung Karno di Jl.Pegangsaan Timur 56. Dipilih rumah Bung Karno karena di lapangan IKADA sudah tersebar bahwa ada sebuah acara yang akan diselenggarakan, sehingga tentara-tentara jepang sudah berjaga-jaga, untuk menghindari kericuhan, antara penonton-penonton saat terjadi pembacaan teks proklamasi, dipilihlah rumah Soekarno di jalan Pegangsaan Timur No.56. Teks Proklamasi disusun di Jakarta, bukan di Rengasdengklok, bukan di rumah seorang Tionghoa,Djiaw Kie Siong  yang diusir dari rumahnya oleh anggota PETA agar dapat ditempati oleh "rombongan dari Jakarta". Naskah teks proklamasi di susun di rumah Laksamana Muda Maeda di Jakarta, bukan di Rengasdengklok.Bendera Merah Putih  sudah dikibarkan para pejuang di Rengasdengklok pada Rabu tanggal 16 agustus , sebagai persiapan untuk proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Karena tidak mendapat berita dari Jakarta, maka Jusuf Kunto dikirim untuk berunding dengan pemuda-pemuda yang ada di Jakarta. Namun sesampainya di Jakarta, Kunto hanya menemui wikana dan Mr.Achmad Soebardjo, kemudian Kunto dan Achmad Soebardjo ke Rangasdengklok untuk menjemput Soekarno, Hatta, Fatmawati dan Guntur Achmad Soebardjo mengundang Bung Karno dan Hatta berangkat ke Jakarta untuk membacakan proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur 56. Pada tanggal 16 tengah malam rombongan tersebut sampai di Jakarta.
Keesokan harinya, tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pernyataan proklamasi dikumandangkan dengan teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diketik oleh Sayuti Melik  menggunakan mesin ketik yang "dipinjam" (tepatnya sebetulnya diambil) dari kantor Kepala Perwakilan Angkatan Laut Jerman  , Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler.
Latar belakang
Pada waktu itu Soekarno dan Moh. Hatta, tokoh-tokoh menginginkan agar proklamasi dilakukan melalui PPKI,  sementara golongan pemuda menginginkan agar proklamasi dilakukan secepatnya tanpa melalui PPKI yang dianggap sebagai badan buatan Jepang. Selain itu, hal tersebut dilakukan agar Soekarno dan Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh Jepang. Para golongan pemuda khawatir apabila kemerdekaan yang sebenarnya merupakan hasil dari perjuangan bangsa Indonesia, menjadi seolah-olah merupakan pemberian dari Jepang.
Sebelumnya golongan pemuda telah mengadakan suatu perundingan di salah satu lembaga bakteriologi di Pegangsaan Timur Jakarta, pada tanggal 15 Agustus. Dalam pertemuan ini diputuskan agar pelaksanaan kemerdekaan dilepaskan segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari Jepang. Hasil keputusan disampaikan kepada Ir. Soekarno pada malam harinya tetapi ditolak Soekarno karena merasa bertanggung jawab sebagai ketua PPKI.


KERAJAAN KEDIRI

KERAJAAN KEDIRI
Awal berdirinya kerajaan Kediri karena pembagian kerajaan menjadi dua bagian yang dilakukan oleh Airlangga kepada anaknya.Ibu kota kerajaan panjalu didaha dipindahkan kewilayah Kediri sehingga nama kerajaan lebih dikenal sebagai kerajaan Kediri.
Adapun raja-raja yang pernah memerintah di Kediri adalah:
A.    Jayaswara
Raja Jayaswara giat dalam memajukan sastra yang menjadikan ia bergelar Sastra Prabu(raja sastra).Ia menamakan dirinya titisan wisnu,seperti juga Airlangga dan kemungkinan kerajaan ini menganut agama Hindu.

B.     Kameswara
Kisah tentang raja ini terdapat dalam cerita panji,yaitu kisah raja kameswara dan istrinya Sri Kirana yang mengatakan bahwa perkawinan mereka adalah sebagai usaha penyatuan kerajaan yang terpecah pada akhir masa Airlangga.Lancana kerajaannya adalah tengkorak yang bertaring(candrakapala).

C.     Jayabhaya
Kerajaan ini disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.Pada masa kejayaan Kediri sudah dimulai.Lancana kerajaannya adalah narasingha.Pada masa ini juga muncul karya sastra diantaranya:
·         Syair brathayuda oleh Mpuh Sedah yang diselesaikan oleh Mpuh Panuluh.
·         Raja Jayabhaya bergelar Mapanji jayabhaya
·         Gatot kacacraya oleh Mpuh Panuluh,yang mengatakan bahwa pahlawan disertai panakawan-panakawan,suatu kehususan dalam kesenian jawa.

D.    Sarwasywara
Pada masa kerajaan ini tidak diketahui banyak tentang raja ini.

E.     Aryesywara
Kerajaan ini memekai Ganeca sebagai lancana kerajaan.Dan pada masa raja ini juga kurang diketahui karena sumbernya yang kurang.

F.      Sri Gandhara
Raja ini diberi gelar Sri Mahaja Sri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka.Dan sama seperti raja lainnya,sumber tentang kerajaan ini sanagt kurang diketahui.




G.    Kameswara
Nama raja ini dihubungkan dengan sebuah kakawin yang terkenal yaitu smaradhanaa yang artinya pembakaran dewi asmara karangan Mpu Dharmaja,yang mengisahkan pembakaran kama (nafsu) oleh api kemarahan dewi syiwa,maksud kakawin ini mengisahkan perkawinan raja kamesywara dengan janggala.

H.    Kertajaya
Kertajaya merupakan raja terakhir,namun pemerintahannya raja ini kurang bijaksana,sehinngga pada tahun 1222 menyerahkan mahkotanya kepada Singosari.Dalam pertempuran di Ganter melawan Ken Arok ia bertekuk lutut, dan dari situ berakhirlah kerajaan Kediri.

Pada jama kerajaan Kediri merupakan masa yang subur untuk perkembangan kesusastraan,terutama seni Jawa kuno yang tumbuh dengan pesat.Dari hasil kesusastraan dapat pula diketahuisedikit-sedikit bagaimana keadaan dalam jaman Kediri yang diperoleh dari sumber asing,yaitu Cina.Misalnya didalam kitab Ling-wai-tai-ta karya Chou ku-fu yang menerangkan orang-orang Kediri memakai kain sampai lutut,rambutnya di urai,rumah-rumah teratur danbersih,prtanian dan perdagangannya maju,orang-orang uang melakukan kesalahan dikenai denda emas,kecuali pencuri dan perampok mereka akan langsung dibunuh.
Untuk perkawinan,keluarga anak perempuan menerima mas kawin berupa sejumlah emas.Alat pembayaran berupa mata uang dari perak,orang yang sedang sakin bukan melakukan perobatan melainkan memuja dan memeohon kesembuhan kepada Dewa atau Budha.
Setiap bulan k-5 dilakukan pesta air,dan alat music yang digunakan berupa suling,gendang dan gembang dari kayu.Tentang sang raja diceritakan bahwa raja berpakaian sutera,bersepatu kulit,dan memakai perhiasan dari emas.Rambutnya disanggul di atas kepala,jika raja keluar menggunakan gajah ataupun kereta dan diringi oleh 500 sampai 700 prajurit dan rakyat di tepi jalan semuanya jongkok sampai raja lewat.Dalam pemerintahannya raja dibantu oleh empat orang mentri terkemuka,yaitu :Rakryan Kanuruhan,Rakryan Mahamantri i halu,Rakryan Mahamntri i Rangga dan Rakryan Mapatih.Mereka tidak menerima gajih tetap,melainkan pada waktu-waktu tertentu menerima hasil bumi atau lainnya.
Selain itu kitab Chu fan-chi karya Chau ju-kua mengatakan bahwa Su-ki-tanyang merupakan bagian dari Che-po(jawa)telah memiliki daerah-daerah takluk.Para ahli meperkirakan Su-ki-tan adalah sebuah kerajaan yang berada dijawa Timur yang tak lain adalah kerajaan Kediri.
gambar kerajaan kediri :
 

Sejarah Indonesia Masa Praaksara

Sejarah Indonesia Masa Praaksara
Pada zaman Praaksara merupakan zaman yang belum mengenal tulisan.Sejarah kehidupan di Bumi terdiri atas:
1.      Zaman Archaikum
Merupakan zaman tertua,dan bumi masih dalam proses pembentukannya.Oleh karena itu pada zaman ini belum ada tanda-tanda kehidupan,dan diakhir zaman ini sedikit demi sedikit mulai nampak kehidupan

2.      Zaman Palaeozoikum
Pada zaman ini disebut jaman tua,dan pada zaman ini sudah tampak ada kehidupan.Tanda-tanda adanya kehidupan pada zaman ini dimulai dengan munculnya binatang-binatang terkecil yang tidak bertulang punggung seperti ikan,amfibi,dan reptil.

3.      Zaman Mesozoikum
Disebut dengan zaman sekunder karena pada masa ini sudah ada banyak hewan amfibi,ikan dan reptile.Terdapat juga binatang yang berukuran besar yang dinamakan Dinasaurus.Dan pada masa ini suhu masih tidak stabil,banyak sungai-sungai yang kering dan berlumpur.

4.      Zaman Neozoikum
Dikatakan zaman hidup baru,dan zaman ini dibagi atas:
·         Tersier
Pada masa ini sudah ada binatang yang menyusui dan binatang yang berikuran besar mulai lenyap.

·         Quarter
Ditandai dengan munculnya manusia purba.Dan zaman ini terbagi menjadi dua:
1.      Zaman Plestosin
Pada zaman ini muncul purba manusia jenis Pithecantropus dan Homo.Dan pada zaman ini hampir semua hewan mengalami evolusi.
2.      Zaman Holosin
Ini merupakan zaman yang terpenting,karena dengan ditandai munculnya manusia modern yang disebut homo sapiens,yang memiliki ciri manusia cerdas seperti manusia pada saat ini.

Candi Simangambat dan Hindu Buddha di Sumatera


Sejarah Pengaruh Hindu Budha di Sumatera Berdasarkan temuan Candi Simangambat


Kadātuan Śrīwijaya dikenal sebagai sebuah kerajaan yang mengembangkan ajaran Buddha, khususnya Buddha Mahāyāna. Berbagai tinggalan budaya yang menunjukkan identitas tersebut banyak ditemukan di Sumatra, seperti runtuhan bangunan stūpa, arca-arca Buddhis, dan atribut lain. Pusat pemerintahan kerajaan ini pada masa awal berdirinya sampai masa kejayaannya diduga berlokasi di kota Palembang sekarang. Banyaknya temuan prasasti dan arca-arca Buddha di Palembang, merupakan suatu bukti kuat yang mengarah pada lokasi pusat kerajaan.
Kadātuan Śrīwijaya selain dikenal sebagai pusat pengajaran Buddha, dikenal juga sebagai sebuah kerajaan maritim dan perdagangan yang banyak berhubungan dengan kerajaan lain di Nusantara (Jawa) dan di daratan Asia (Tiongkok, Angkor, Dwarawati, India, Persia, dan Arab). Akibat dari kerapnya intensitas hubungannya dengan kerajaan-kerajaan lain, tidak mustahil beberapa unsur budaya dapat masuk dan berkembang di Kadātuan Śrīwijaya. Salah satu unsur budaya yang ada di Kadātuan Śrīwijaya adalah agama.
Aktivitas keagamaan pada masyarakat di wilayah Kadātuan Śrīwijaya bukan hanya agama Buddha Mahāyāna saja, agama/ajaran lain juga berkesempatan untuk berkembang. Buktibukti arkeologis berupa arca batu yang mewakili agama Hindu dan Tantris, juga ditemukan di wilayah Kadātuan Śrīwijaya. Di Palembang, selain ditemukan arca Buddha juga ditemukan arca Hindu yang berupa arca Ganeśa (abad ke-9 Masehi)1 dan arca Śiwa. Ini membuktikan bahwa di Śrīwijaya terdapat juga kelompok masyarakat pemeluk ajaran Hindu yang hidup di antara kelompok masyarakat pemeluk ajaran Buddha. 
Aktivitas selanjutnya berlangsung pada sekitar abad ke- 10--12 Masehi, yaitu mulai
masuknya aliran Tantris. Bukti masuknya aliran ini dapat ditemukan di Situs Percandian Bumiayu (Sumatra Selatan). Dari situs ini selain ditemukan runtuhan-runtuhan bangunan, ditemukan juga arca-arca yang bersifat tantris dan prasasti yang digoreskan pada lembaran emas suwarnnapattra.
Dalam sejarah perkembangannya yang disertai juga dengan bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di Sumatra, dapat dilihat bahwa ajaran Buddha mengalami suatu perkembangan. Data arkeologis menunjukkan bahwa pada mulanya masyarakat di Sumatra memeluk ajaran Buddha Hīnayāna, kemudian berkembang menjadi Buddha Mahāyāna. Akibat adanya pengaruh Hindu dan Buddha itu sendiri, ajaran Buddha Mahāyāna berkembang menjadi Buddha Tantrayāna atau Wajrayāna.
gambar candi-candi simangambat 
Dari bukti-bukti arkeologis yang ditemukan di wilayah Sumatra, dapat diketahui bahwa
tinggalan budaya masa lampau yang menunjukkan tinggalan ajaran Tantrayāna atau
Wajrayāna yang menempati areal terluas ada di Padang Lawas (Sumatra Utara). Namun, di antara tinggalan Tantrayāna atau Wajrayāna tersebut, ada juga tinggalan ajaran Hindu. Beberapa kompleks percandian di areal Padang Lawas menunjukkan bukti-bukti tersebut, seperti tinggalan di Simangambat, Bonan Dolok, Porlak Dolok (Schnitger, 1937: 14--15, 17). Meskipun Biaro Bahal II diindikasikan sebagai tinggalan pemujaan ajaran Tantrayāna atau Wajrayāna, namun ada juga indikator ajaran Hindu di biaro ini, terbukti dari pada tahun 1980-an ditemukannya sebuah arca Ganeśa di antara runtuhan bangunan biaro. Demikian juga dengan situs Biaro Bara yang memberikan petunjuk adanya sisa pemujaan Hindu dengan ditemukannya sebuah yoni. Jika dibandingkan dengan tinggalan Tantrayāna atau Wajrayāna di Padang Lawas, jumlah dari tinggalan Hindu ini tidaklah banyak.

 Kesimpulan

Candi Simangambat merupakan candi Hindu di wilayah Sumatera Utara terutama di bagian selatan.  Dengan ditemukannya arca Nandi pada Candi Simangambat dan arca Ganesha di Porlak Dolok menggambarkan adanya unsur Hindu di wilayah itu. Meski pada arca Ganesha di Porlak Dolok terdapat angka tahun 1213 M, akan tetapi belum dapat dipastikan apakah arca tersebut adalah semasa dengan Candi Simangambat. Keberadaan tinggalan Hindu ini merupakan bukti keberadaan agama Hindu di antara padatnya temuan agama Budha di wilayah Sumatra Utara bagian selatan. Teknologi dalam konstruksi candi menggunakan  sistem batu isian adalah sama seperti yang ditemukan pada candi-candi tua di Jawa Barat (Batu Jaya ) dan Jawa Tengah (Kedulan) abad ke- 9 Masehi. Gaya seni yang terdapat pada relief makara dan kala berbeda dengan yang ada di biaro-biaro Padang Lawas pada umumnya, memberikan kemungkinan Candi Simangambat berasal dari masa yang berbeda dengan biaro-biaro itu.